Kemajuan Sebuah kota atau Kabupaten diseluruh Provinsi Republik Indonesia seharusnya diupayakan oleh semua pihak.
Namun sebagian besar para pemangku kebijakan alias pemerintah baik dieksekutif maupun dilegislatif, bepandangan bahwa, kemajuan kota kota besar ditandai dengan berdiri megahnya bangunan berupa Mall, Swalan, atau pasar modern bahkan pabrik industri lainnya.
Dengan berdiri megah sebuah Bangunan ditengah tengah kota selalu menyisakan keresahan terhadap sumber kehidupan diskala rumahan, dalam hal ini adalah lahan pertanian yang semakin hari semakin menyusut.
Berdirinya bangunan pasar modern maupun home industri yang menjulang diseluruh plosok – plosok negeri sangat meresahkan keberlangsungan didunia Pertanian.
Negara sebesar Indonesia yang sangat terkenal dengan lumbung pangan alias melimpahnya swasembada pangan akhir- akhir sudah mulai berkurang bahkan sering sekali kita impor bahan kebutuhan pokok seperti, beras, kedalai dan lain lain yang seharusnya tidak perlu dilakukan karena negara kita adalah negeri agraris.
Pertanyaan besarnya adalah kenapa bangsa Indonesia impor beras apakah para petani kita tidak sanggup lagi akan memenuhi kebutuhan pangan baik skala rumahan hingga masyarakat secara umum…???. Tentu beragam jawaban secara jujur menurut hemat penulis mengatakan petani kita masih sanggup memenuhi kebutuhan beras.
Akan tetapi disisi yang lain ada saja alasan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk impor beras dengan dalih stok beras nasional kurang untuk kebutuhan konsumsi masyarakat.
Yayasan Suara Petani Indonesia melakukan kajian dan memberikan pandangan secara komprehensif terhadap perselingkuhan antara lahan pertanian dan home industry, hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya minimnya minat generasi milenial terhadap dunia pertanian, apalagi mau dijadikan sebagai profesi alias pekerjaan yang sangat menunjang masa depan mereka, kemudian yang kedua sebuah kabupaten kota tidak menentukan lahan prioritas sebagai lahan untuk pertanian, dengan kata lain tidak ada satu daerah dikabupaten kota se Indonesia yang berani mendeklirkan dirinya sebagai kabupaten atau kota swambada pangan.
Penulis
Sahdan
Ketua Yayasan Suara Petani Indonesia
Cabang Bojonegoro