Menjaga alam dan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama dan harus dilakukan bersama sama pula.
Karena kelestarian alam menjadi harapan generasi bangsa selanjutnya ditengah kondisi sosial dan industri yang bertumbuh pesat.
Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama lintas sektoral yang konsisten bersama sama dalam melakukan pemeliharaan alam.
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi .
munculkan inisiasi yang mendorong Suku Bajau untuk menjadi inspirasi pelindung kebudayaan secara berkelanjutan, terkhusus di Cagar Biosfer Wakatobi.
Inisiasi tersebut lahir dari Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang mengusung tema “Peran Suku Bajau Terhadap Masa Depan Cagar Biosfer Wakatobi”,
Acara tersebut berlangsung secara serius pada tanggal 1 Mei 2024 di Taman Budaya Wakatobi, Pulau Wangi-wangi.
Perlu diketahui bahwa Suku Bajau atau yang acapkali disebut Suku Bajo adalah suku nomaden yang hidup di atas laut.
Setiap hari Suku Bajau hidup di atas rumah panggung di atas laut Wanci, Desa Mola Raya, Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tidak hanya di Indonesia tetapi Suku Bajau juga juga tersebar di Malaysia, Filipina, Thailand, hingga Kepulauan Solomon.
“Banyak riset dan narasi tentang Suku Bajau yang menggantungkan hidupnya kepada laut, namun implementasi aksi nyata berkelanjutan atas peran serta Suku Bajau dalam pelindungan dan pemanfaatan kebudayaan di Cagar Biosfer Wakatobi belum maksimal,” ucap Direktur Pelindungan dan Pemanfaatan Kebudayaan (Dit PPK), Ditjenbud, Irini Dewi Wanti, (1/5).
Irini menjelaskan bahwa lewat DKT yang dilaksanakan, Pemerintah hendak hadir guna mendorong potensi serta melibatkan Suku Bajau
Tujuannya yakni untuk menghidupkan kearifan budaya lokal yang dimiliki mereka dalam hal merawat Cagar Biosfer Wakatobi.
Dalam hal ini komitmen tinggi dimiliki “Kemendikbudristek yang hendak mengangkat harkat dan martabat Suku Bajau.
Sebelumnya Cagar Biosfer Wakatobi yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
Harapannya bisa memberikan peningkatan taraf hidup perekonomian Suku Bajau lewat pelestarian kearifan budaya lokal yang mereka (Suku Bajau) miliki.
Acara tersebut diikuti Peserta DKT yang berjumlah sekitar 40 orang Suku Bajau yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dikelompokkan ke dalam 3 grup DKT.
Tema pembahasannya terkait pengetahuan tradisional Suku Bajau (pengetahuan maritim, konservasi lingkungan);
Serta Dinamika Institusi Cagar Biosfer Wakatobi dan penghidupan berkelanjutan Suku Bajau; dan Kebudayaan Maritim Suku Bajau.
Acara semakin seru ketika di akhir pelaksanaan DKT, peserta menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah pusat dan daerah melalui Kemendikbudristek.
Peserta juga menyusun Deklarasi yang menjadi komitmen bersama dari Suku Bajau dalam melestarikan Cagar Biosfer Wakatobi yang dibacakan di acara Parade 1000 Perahu.