Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini merupakan hasil dari jiwa patriotisme pahlawan yang berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Keadilan yang dimaksud adalah mendapatkan perlakuan yang sama dari pihak penjajah masa lalu terutama dalam bidang pendidikan.
Hal ini disebabkan oleh besarnya pengaruh penjajah yang menginginkan bangsa Indonesia hanya sebagai penyedia dan kuli di negeri sendiri.
Kaum kolonial mengambil kekayaan alam Indonesia hanya untuk dibawa pulang ke Negaranya sendiri dan kaum pribumi dibayar dengan gaji kuli.
Melihat peristiwa sosial yang seperti itu kaum pergerakan melakukan terobosan untuk menuntut kemerdekaan meskipun harus berada di dalam jeruji besi.
Oleh sebab itu Perjuangan para pahlawan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sudah dimulai sejak sebelum Indonesia merdeka.
Kejamnya tekanan dari penjajah namun tidak mengurangi semangat dan kata hati yang menginginkan pemerataan pendidikan.
Para pahlawan berpikir rasional bahwa hanya dengan pendidikan maka Indonesia bisa merdeka dan melepaskan belenggu dari penjajah.
Salah satunya yakni sang pahlawan Ki Hajar Dewantara yang merupakan tokoh pelopor pendidikan di Indonesia sejak dahulu.
Beliau lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang berasal dari keluarga Keraton Yogyakarta.
Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, Ki Hajar Dewantara tetap aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai seorang pendidik dari Perguruan Taman Siswa, sebuah organisasi pendidikan pertama bagi pribumi untuk mendapatkan pendidikan formal.
Atas jasa – jasanya, Ki Hajar Dewantara dianggap sebagai sosok penting dalam dunia pendidikan Indonesia dan mendapatkan gelar Bapak Pendidikan Indonesia.
Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara atau dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Beliau berasal dari keluarga ningrat dengan kepribadian sederhana dan sangat dekat dengan rakyat.
Pada pendidikan dasar, Ki Hajar Dewantara bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar Belanda selama 7 tahun di Yogyakarta.
Sekolah ini sebenarnya khusus bagi anak – anak keturunan Eropa, namun Ki Hajar Dewantara mendapat kesempatan mengenyam pendidikan disini.
Pasca lulus dari ELS, Ki Hajar Dewantara melanjutkan pendidikannya ke STOVIA, sekolah khusus kedokteran. Namun, beliau tidak menyelesaikan studinya karena kesehatannya yang memburuk.
Ki Hajar Dewantara mulai berkarir sejak beliau menjadi wartawan dan penulis dari surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java dan De Express.
Salah satu tulisan terkenal yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara adalah protesnya terhadap Belanda berjudul “Als Ik een Nederlander Was” atau andai aku seorang Belanda.
Tulisan ini dimuat dalam surat kabar De Express tahun 1913 milik Douwes Dekker dan berhasil menyadarkan masyarakat.
Bersama E.F.E Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ketiganya mendirikan organisasi Indische Partij, sebuah organisasi pergerakan memperjuangkan kemerdekaan.
Partai tersebut memiliki cita cita untuk bergerak dalam bidang politik dan memerdekakan Indonesia.
Akibat pergerakannya yang dianggap non kooperatif, anggota – anggota Indische Partij kemudian ditangkap dan diasingkan Belanda.
Pendirian Perguruan Taman Siswa
Pada masa pengasingannya, Ki Hajar Dewantara tidak berhenti dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Di Belanda, Ki Hajar Dewantara mendalami bidang pendidikan sehingga mendapatkan sertifikat Europeesche Akte.
Kembalinya dari pengasingan pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa.
Pada waktu itu organisasi ini menjadi wadah pendidikan dan penanaman nasionalisme bagi pribumi.
Dari pengalamannya, Ki Hajar Dewantara menganggap bahwa jiwa nasionalisme harus dipupuk sejak dini.
Taman Siswa berhasil meletakkan dasar – dasar pendidikan dan nilai – nilai nasionalisme.
Perjuangan dalam bidang pendidikan inilah yang kemudian menjadikan Ki Hajar Dewantara mendapatkan gelar bapak pendidikan atau pelopor pendidikan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 pada usianya ke 70 setelah selama 37 tahun memimpin Taman Siswa di seluruh Indonesia.
Konsep Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara mencetuskan konsep trilogi pendidikan yang kemudian menjadi semboyan atau dasar dari pendidikan di Indonesia
Berikut penjelasan semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani“.
1. Ing Ngarsa Sung Tulodo
Istilah “Ing Ngarsa Sung Tulodo” dapat diartikan sebagai seorang guru hendaknya menjadi contoh teladan bagi peserta didik karena sejatinya murid banyak meniru perilaku gurunya.
2. Ing Madya Mangun Karsa
Istilah “Ing Madya Mangun Karsa” dapat diartikan sebagai di tengah – tengah peserta didik, guru harus terlibat dalam segala aspek terkait pencapaian tujuan pembelajaran.
Dengan kata lain, guru harus bersama murid memberi motivasi dan semangat meraih cita – cita.
3. Tut Wuri Handayani
Istilah “Tut Wuri Handayani” dapat diartikan sebagai dibelakang memberikan dorongan untuk mengembangkan bakat siswa sesuai keinginannya.