Indonesia memiliki beraneka ragam kesenian, budaya dan kearifan lokal.
Sehingga menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kaya nilai seni.
Tari kataga adalah tarian perang tradisional Indonesia yang berasal dari Sumba Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kataga” sendiri berasal dari kata “taga” yang artinya belah kepala atau pancung.
Dipadukan dengan awalan “ka”, maka kataga memiliki arti ‘mari kita pancung/belah kepalanya’.
Tari kataga menggambarkan nuansa suasana dan kemenangan perang antarsuku.
Oleh sebab itu semua penarinya adalah laki-laki membawa properti pedang dan perisai.
Jumlah penari yang tampil tidak dibatasi dalam pertunjukan tari tersebut.
Tarian melibatkan sekitar delapan orang atau lebih bahkan bisa mencapai 30 orang.
Dari semua jumlah penari yang mengikuti acara pementasan tersebut.
Kemudian dibagi ke dalam dua kubu sebagai simbol perang antara dua suku.
Tari kataga memiliki nilai historis karena sudah ada sejak zaman dahulu.
Keberadaannya pun berdasarkan pada sejarah masyarakat Sumba yang turun menurun.
Tari kataga memiliki nilai seni yang bisa dilihat dari kostum dan gerakan para penari.
Dari sisi filosfisnya, tarian ini melambangkan ketangkasan, kekuatan, dan keberanian dalam menegakkan kebenaran.
Masyarakat Sumba masih melestarikan kesenian kataga dengan berbagai acara diantaranya :
• Upacara adat
• Pembangunan rumah
• Pembentukan atau pendirian kampung baru
• Pesta pernikahan
• Festival budaya
• Acara-acara besar yang menampilkan kataga untuk menyambut para tamu kehormatan
Menurut sejarahnya, tari kataga lahir dari budaya perang di masa lampau sebelum merdeka.
Yakni di desa peninggalan zaman Megalitikum bernama Anakalang.
Zaman dahulu kerap terjadi peperangan antarmarga (kampung dan suku) yang disebut perang tanding.
Kondisinya mengerikan karena kerap menyebabkan kekacauan, kericuhan, dan ketakutan.
Pihak pemenang akan memenggal dan membawa pulang kepala musuh yang kalah.
Tujuannya yaitu dijadikan sebagai simbol kemenangan dari peperangan.
Kepala musuh kemudian digantung di andung pelataran (pohon di depan rumah).
Pohon ini dipenuhi banyak tengkorak musuh sebagai lambang kekuatan dan kemanangan.
Tetapi ketika ada pihak ketiga yang mengusulkan perjanjian perdamaian antara kedua suku yang berperang.
Maka tengkorak kepala musuh tersebut bisa diambil oleh keluarga mendiang.
Sekaligus menjadi simbol perdamaian di antara keduanya sehingga tidak bertikai lagi.
Kemudian pihak keluarga akan mengebumikan tengkorak secara adat.
Biasanya setelah kedua suku berdamai, para prajurit yang terlibat perang akan memperagakan cara mereka berperang.
Serta memperlihatkan bagaimana cara menyerang, menangkis, menghindar dan bahkan memotong kepala musuh.
Namun, perang tanding ditiadakan seiring berjalannya perkembangan zaman.
Gerakan perang tersebut dialihkan menjadi gerak tari yang sekarang dikenal sebagai tari kataga