Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan yang mirip dengan suku dari daerah lainnya.
Salah satunya adalah budaya merantau yang dilakukan oleh suku Madura dari jawa timur dan suku Batak.
Kedua wilayah tersebut sudah terkenal sebagai daerah yang rakyatnya melekat dengan perantauan.
Persebaran suku Batak tidak hanya mendiami wilayah Sumatra saja tetapi hingga sampai manca negara.
Tetapi mereka sudah tersebar hingga pelosok negeri dengan berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan.
Peristiwa itu terjadi karena masyarakat Batak terkenal dengan istilah Perantau tangguh dan banyak yang memilih menetap di perantauan.
Salah satu penulis yakni Riyadi, A (2019) dalam bukunya, Merantau: Sebuah Pilihan Atau Keterpaksaan? Studi Supir Angkutan Kota Perantau Batak Angkola-Mandailing Di Kota Bandung menyebutkan.
Masyarakat Batak mencari rezeki di kota lain atas dasar keinginan mengubah nasib karena menyadari penghidupan di kampung halaman tidak lagi menjamin.
Sedangkan Nur, S M, Rasminto, & Khausar (2019) menuliskan bahwa orang Batak juga terkenal dengan sikap tidak memilih-milih pekerjaan ketika merantau.
Karena mereka sadar betapa sulitnya kehidupan di perantauan, serta keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga menjadi alasan.
Ada penjelesan logis yang Dikutip dari laman pmb.brin.go.id, masyarakat Batak memiliki tiga falsafah hidup.
Ketiga falsafah hidup Batak itu yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (berketurunan dalam artian keturunannya sukses), dan hasangapon (kehormatan dalam status sosial).
Untuk mewujudkan falsafah itu, banyak orangtua yang mendorong anaknya dalam dunia pendidikan.
karena orangtua mereka sadar, akan sulit mencapainya jika pendidikan anak-anaknya biasa saja (Dalimunthe & Lubis, 2019).
“Sehingga masyarakat Batak akan memenuhi pendidikan anak-anaknya dan jika salah satu anak dari satu keluarga memiliki ekonomi yang cukup.
Dia memiliki kesadaran sendiri untuk membantu saudara/i-nya untuk mencapai pendidikan yang lebih baik juga seperti dirinya,” ujar Ririn Purba selaku peneliti Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas BRIN.
Menurut Ririn, ikatan marga dan kekeluargaan yang kuat menanamkan rasa tanggung jawab dan sikap saling membantu.
Tidak hanya keluarga inti saja, meskipun keluarga jauh yang memiliki ikatan marga juga harus dibantu jika memang ia memiliki rezeki yang berlebih.