Menurut Ki Hajar Dewantara arti kata Merdeka sejatinya, segala perkembangan pandangan yaitu mengenai pemikir, jiwa, raga harus bebas merdeka.
Hal ini wajib ditanamkan kepada seluruh generasi penerus bangsa tanpa terkecuali.
Karena hanya mereka yang benar benar berjiwa merdeka kelak akan melanjutkan cita cita Kemerdekaan Bangsa Indonesia bukan justru sebaliknya.
Jadi kemerdekaan memerlukan upaya agar selaras antara Cipta, Rasa, Karsa dan Daya (Kebebasan dari segala bentuk penindas karena cara inlander).
Sejak dulu di telinga kita sudah tidak asing sebutan Cipta, Rasa, Karsa dan Daya.
Karena orang Indoneia sepantasnya mengedepankan selaras, serasi, sejiwa dan sepenanggungan.
Kata Cipta, Rasa, Karsa dan Daya di peras mengahasilkan sari pati nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Mewangi.
Hakekatnya keempat komponen itu bagian penting budaya Orang Indonesia untuk menapaki anak tangga kehidupan demi tercapainya kesuksesan secara harfiah dan berlanjut serta melanjutkan jalan ke alam fana.
Definisi Cipta, Rasa, Karsa dan Daya
Cipta yaitu kemampuan berpikir, berinovasi membuat sesuatu yang baru bersumber dari sebuah pemikiran (mimpi atau hayalan).
Rasa merupakan ketertarikan atau tidak tertarik kepada sesuatu hal namun memiliki nilai yang bersemayam dalam kalbu manusia.
Karsa adalah kehendak atau tekad seseorang untuk melakukan tindakan demi keselarasan umat dan alam semesta.
Daya yaitu Kekuatan. Menyatu menopang cipta, rasa, karsa untuk membangkitkan nation and charracter building jati diri setiap insan yang sadar arti penting falsafah pejuang pemikir pemikir pejuang.
Maka cipta (membuat) membangkitkan rasa (insting) menumbuhkan karsa (kehendak/kemauan) menghasilkan daya (kekuatan).
Proses meleburkan racikan cipta, rasa, karsa, daya akhirnya menghasilkan utaian mutiara yaitu Kepribadian Berkebudayaan, Berdikari Ekonomi Dan Kedaulatan Politik (Trisakti) bersintesa sebagai jati diri bangsa terukir pita Bhinneka Tunggal Ika dicengkram burung garuda.
Faktanya penggalian harus terus digali dan harus sangat dalam tapi wajib penuhi prasyarat mutlak, yaitu penggalinya sepenuhnya insan yang benar benar jiwanya Merdeka, bukan insan akhirnya menjadi penjajah bangsa sendiri.
Insan itu memiliki pemikiran, berkemauan, insting dan dharma usaha-usahanya demi persatukan kondisi situasi alam semesta dengan sesingkat singkatnya.
Jiwa terpanggil merdeka secara mutlak, utuh tidak ada hendak terbesit menyimpang atau tidak sana sini tapi tegak lurus sesuai tujuan suci nan mulia terpikul dipundaknya.
Insan ini juga tidak ingin membangkitkan luka nan pedih akibat obersitas kolonial inlander.
Bila suatu organisasi memiliki pemikir inlander jangan harap ada semangat merdeka sebagai pejuang pemikir pemikir pejuang tapi justru mati saja. Karena tidak ada harapan mutlak di dalam organisasi itu sendiri.
Bukankah Hak setiap orang untuk bahagia dengan berbagi dan bukankah dari adanya pembatasan mengakibatkan terganggunya jalannya tahun kemenangan, meskipun oleh alam semesta segera disambut akan tetapi jika tidak ada tahun kemenangan itu. Gagallah sudah.
Rasa ini adalah cara menyampaikan batin prasangka (emosi jiwa) leburkannya Cipta, Karsa dan Daya di kawah Candradimuka.
Juga merupakan hasil peleburan dari sisa mimpi, harapan, angan angan dan cita cita.
Terlalu lama peleburan semuanya tidak ada tersisa, hanya tong kosong. Setetes nila, Rusak susu sebelangan.
Tidak kasat mata (tidak tampak) tetap saja tidak sadar. Agenda keinginannya harus diupayakan agar nyata (wujud).
Sepantasnya satu kata senafas satu perbuatan, bukan justru satu kata tidak adanya bukti berbuat (kata lainnya, pejuang sontoloyo).
Sesuai Pesan Presiden Sukarno yang paling dikenang dia berkata “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Pesan Bung Karno saat rapat raksasa mengganyang Malaysia di Gelora Bung Karno tanggal 28 Juli 1963.
Lantas siapakah musuh itu?
Pacitan, 31 Januari 2014
Penulis
Andi Wijaya
Kader Nasionalis Marhaenis