Manusia KONKRET itu Masih Tidak Ada dan Belum MENJADI, Berikut Beberapa Tragedi Suku Bangsa Manusia Yang Tersekat Sekat

- Jurnalis

Jumat, 21 Februari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi manusia konkret

Ilustrasi manusia konkret

 

 

Manusia fiktif berkeliaran di setiap lorong-lorong kehidupan sosial. Manusia seperti ini bukanlah manusia yang sesungguhnya (yang eksistensial), melainkan hanya model desain dari berbagai kategori-kategori.

Namun, sebuah perjalanan eksistensial dari anak manusia akan diikuti oleh anak-anak manusia yang lainnya, yang sudah menyadari historisitasnya sebagai manusia KONKRET.

 

PROLOG

SUKU BANGSA MANUSIA

Perjalanan eksistensial suku bangsa manusia di muka bumi adalah perjalanan panjang yang dalam pandangan eksistensialnya bernama transhistorisitas. Eksistensi suku bangsa manusia tidak berdasarkan pandangan-pandangan historis tertentu yang regional primordial, juga tidak berlandaskan kepada asal-usul yang ditulis secara sistematis kronologis, namun berada pada posisi tempat yang bernama situasi batas sosial konkret.

Anak-anak manusia di abad ke-21 ini, di tahun 2025 ini, sudah tidak membutuhkan lagi pengetahuan tentang asal-usul manusia, baik yang berdimensi religius maupun yang berbasiskan pemikiran-pemikiran. Asal-usul suku bangsa manusia yang berdimensi religius bagi anak-anak manusia abad ke-21 ini tidaklah mungkin ada gunanya bagi eksistensinya dan justru memperkeruh situasi sosialnya.

Anak-anak manusia abad ke-21 adalah anak-anak manusia yang beranggapan bahwa menjalani kehidupan sosial saat ini lebih penting ketimbang menatap masa lalu yang abu-abu.

Bagi suku bangsa manusia, yang terpenting saat ini adalah bagaimana bisa melanjutkan perjalanan eksistensinya di tengah-tengah pergaulan dan persaingan **global.

Situasi sosial-politik saat ini secara global telah mengalami kesenjangan yang berada dalam cengkeraman hukum rasional perubahan. Restrukturisasi sosial sedang terjadi di hampir semua negara yang ada di dunia. Negara-negara terancam eksistensinya. Bangsa-bangsa yang telah ada, yang diakibatkan oleh imperialisme dan kolonialisme, mengalami kejenuhan ideologis dikarenakan menjadi bangsa yang sedemikian itu adalah pembebanan bagi anak-anak suku bangsa manusia di dalam men-dunia.

Sebuah peristiwa politik mampu mengubah keadaan yang bermanifestasi dalam bentuk-bentuk dekonstruksi sosial. Jika situasi sosial mengarah pada destruksi, maka hanya tinggal menunggu hingga tiba pada situasi batas sosial, karena arah pergerakan sejarah hanya sampai pada situasi batas sosial tersebut. Selanjutnya, pilihan yang tersisa adalah kompromi atau entropi. Inilah yang disebut misteri politik, yang bisa berakibat mencerahkan atau justru menimbulkan kegelapan.

 

Yang menjadi itu selalu berada pada posisi situasi batas sosial. Yang menjadi seperti ini adalah suatu kondisi yang selalu dipicu oleh peristiwa-peristiwa sosial-politik, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi. Ketiga pemicu tersebut sering kali menggerus nilai-nilai fundamental kemanusiaan, yakni kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan.

Pembangkangan terhadap rezim politik, sosial, maupun keagamaan sudah terjadi di berbagai negara dan pada berbagai bangsa di dunia. Hal ini adalah sebuah peristiwa yang sering kali terjadi dalam perjalanan bangsa-bangsa. Namun, yang tidak terhindarkan adalah kemauan sejarah dari berbagai suku bangsa manusia untuk mewujudkan kehendak untuk berkuasa. Dan itu terus-menerus terjadi sebagai panggilan sejarah.

Perjalanan eksistensial suatu bangsa akan sampai kepada situasi batas yang bernama titik ultimasi. Pada titik itu, capaian-capaian yang digerakkan oleh para pejuang pemikir bangsa berakhir menjadi masa lalu yang tak terelakkan. Masa depan bangsa masih melambaikan tangannya di depan sana, namun terhalang oleh dimensi misteri. Ketika bangsa tersebut hanya terjebak pada konsep kebangsaan yang abstrak, maka bangsa itu akan hilang ditelan dimensi misteri. Namun, jika bangsa tersebut tunduk kepada hukum rasional sejarah, niscaya eksistensinya tetap utuh, dan itulah **kesempatan emas untuk menjadi bangsa yang besar. Itulah hukum rasional perubahan. **Hanya sekali di dalam sejarah suatu bangsa itu besar.

YANG BELUM TIBA itu bernama Manusia Konkret, sedangkan inisial yang mengklaim dirinya sebagai manusia itu belum menjadi manusia KONKRET, bahkan bukan manusia sama sekali, karena untuk menjadi manusia membutuhkan proses yang panjang. Cobalah mengerti, apakah manusia itu? Manusia ialah eksistensi yang beresensi. Eksistensi adalah dasar kesungguhan dari keberadaan manusia, esensi adalah dasar kemungkinan dari keberadaan manusia. Dengan demikian, di dalam men-dunia, manusia dapatlah didefinisikan sebagai berikut:

Baca Juga :  Marhaenis: Kondisi Petani Ditengah Kebingunan Politik 2024

Manusia adalah dimensi yang multi-kompleks, konkret, dan individual, hidup di dalam ruang dan waktu, berada pada posisi esensinya, bergerak pada situasi batas sosialnya yang utuh sebagai eksistensi yang otentik. Dengan yang sedemikian itu, apakah manusia KONKRET itu sudah ada? Jawabannya adalah belum menjadi.

Sampai kapan manusia KONKRET itu tiba? Inilah pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang manusia konkret, yang konkret di dalam ruang dan waktu, yang konkret berada pada situasi batas jalan sejarah. Sebuah renungan tentang manusia KONKRET.

Penghalang utama terwujudnya Manusia Konkret adalah rezim politik, sosial, dan keagamaan. Ketiga rezim tersebut dalam sejarah masa lalunya adalah yang menjadikan timbulnya tragedi-tragedi kemanusiaan. Namun, saat ini, di abad ke-21, di tahun 2025, telah mengarah kepada polarisasi, yang dalam hukum berpikir sepertinya tidaklah mungkin. Artinya, polarisasi bertentangan dengan cara berpikir analitis maupun cara berpikir dialektis. Namun, jalan polarisasi adalah pilihan yang lebih konstruktif dalam mengantisipasi situasi sosial, politik, ekonomi, dan ideologis yang masih terus-menerus memicu konflik berkepanjangan, misalnya konflik di Timur Tengah.

 

TRAGEDI INSTITUSIONAL

Institusionalisme adalah upaya terakhir dari peradaban modern. Di situlah segala konspirasi dibangun. Agen-agen institusi menjalankan tugas dengan tegak lurus dan ditanamkan dalam dirinya suatu inisiatif yang dibatasi oleh doktrin yang tidak boleh dilanggar. Para pelaku institusi telah konkret menjadi eksekutor regulasi. Siapakah objek eksekusi itu? Mereka adalah seluruh rakyat Indonesia. Agen-agen institusi bertindak untuk dan atas nama undang-undang, bahkan bisa juga atas nama Undang-Undang Dasar. Jiwa-jiwa para institusionalis adalah jiwa-jiwa yang mati karena sengaja telah dibunuh oleh pancang kebenaran yang diyakini oleh para institusionalis.

Dengan demikian, situasi batas institusional akan berakhir secara tragis, menjadi endapan-endapan struktur yang mengerikan.

 

 TRAGEDI INSTITUSIONAL DI INDONESIA

Tragedi institusional adalah suatu akumulasi dari tindakan institusi berupa regulasi yang kemudian hari mengakibatkan situasi sosial yang berdampak terhadap kehidupan sosial anak-anak manusia yang hidup di negara bangsa Indonesia.

Tragedi institusional di Indonesia diawali dari penyelewengan konstitusional oleh penyelenggara pemerintahan negara. Penyelewengan terhadap UUD 1945 tersebut dibagi ke dalam fase-fase historis sebagai berikut:

– Maklumat Wakil Presiden No. X, November 1945 tentang pembentukan partai politik yang membawa bangsa Indonesia kepada suatu sistem sosial politik bernama demokrasi parlementer. Hal ini menidurkan UUD 1945 sebagai cikal bakal berdirinya bangsa Indonesia. UUD RIS kemudian diberlakukan, yang selanjutnya diganti dengan UUD 1950 yang lebih liberal.

Demokrasi parlementer yang liberal ini berdampak pada kepentingan ketatanegaraan Republik Indonesia. Orde tersebut melahirkan dan mengembangkan ideologi-ideologi besar dunia seperti komunisme, islamisme, nasionalisme, liberalisme, sosialisme kanan, sosialisme kiri, dan berbagai sistem sosial lokal. Kondisi sosial politik semacam ini tidak memungkinkan Indonesia membangun sistem sosial maupun ekonomi yang stabil.

Presiden Republik Indonesia saat itu, Sukarno, hanya menjalankan fungsinya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan berada pada perdana menteri yang sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen. Otoritas parlemen sebagai hasil dari Pemilu 1955 selain membentuk parlemen, juga membentuk badan pembuat Undang-Undang Dasar. Inilah penyelewengan terbesar terhadap UUD 1945.

Tragedi institusional berikutnya terjadi ketika sebuah institusi negara, yang diciptakan oleh Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Paduka Yang Mulia Bung Karno, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dalam sidang istimewanya pada tahun 1967 menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Sukarno dan kemudian mengangkat Mayor Jenderal Suharto menjadi Ketua Presidium Kabinet. Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945, mengingat Indonesia secara sah telah memberlakukan UUD 1945 dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.

Baca Juga :  Pusat Kajian Marhaenis, Ada Harapan Dibalik Serangan Fajar

Tragedi institusional di Indonesia berikutnya adalah mundurnya Suharto sebagai presiden pada Mei 1998 dengan alasan yang tidak konstitusional, yakni hanya dengan pernyataan tidak lagi menjadi presiden. Ini adalah tragedi institusional di Indonesia yang benar-benar membuat porak-porandanya berbagai institusi di Republik Indonesia. Kemudian, sebuah orde telah runtuh dan paradigma politik berganti dengan nama Orde Reformasi.

Orde Reformasi terus berjalan dengan berbagai tindakan dan langkah strategis untuk membentuk berbagai institusi baru yang kewenangannya melampaui kewenangan institusi yang telah ada. Kewenangan kepolisian dan kejaksaan yang berhubungan dengan korupsi diambil oleh institusi baru bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah strategis berikutnya adalah pembentukan lembaga peradilan baru bernama Mahkamah Konstitusi yang kewenangannya melampaui lembaga tinggi manapun, termasuk Mahkamah Agung, DPR, MPR, maupun Presiden. Fungsi pokok lembaga ini adalah menguji seluruh undang-undang atas Undang-Undang Dasar dan menyelesaikan sengketa pemilu. Namun, lembaga ini dibentuk oleh konspirasi demokratis antara Presiden dengan DPR, demikian pula halnya dengan KPK.

Langkah strategis lainnya adalah peniadaan lembaga tertinggi negara yang sebelumnya berada pada MPR. Akibatnya, dalam ketatanegaraan, fungsi dan tugas eksekutif menjadi lebih luas, menjadikan lembaga tinggi negara tersebut superbody dengan kelengkapan organisasi yang sangat besar dan boros anggaran. Kekuasaan Presiden Republik Indonesia di Orde Reformasi ini melampaui kekuasaan absolut raja manapun di dunia.

Langkah-langkah strategis Orde Reformasi tetap berada pada koridor hukum tata negara yang ada, yaitu dengan mengamendemen UUD 1945 menjadi UUD 2002 tanpa mengubah nama UUD 1945, terutama pembukaannya.

Seiring waktu, pada minggu ketiga bulan Februari tahun 2025 ini, terjadi peristiwa-peristiwa sosial politik yang mengarah kepada terjadinya entropi sosial yang mengkhawatirkan, yakni dengan adanya tagar “Indonesia Gelap” yang terus dikumandangkan melalui demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.

Keterlibatan langsung, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk demonstrasi mampu menjadi pusat perubahan apabila dilakukan dengan dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi dan solidaritas kebangsaan Indonesia yang esensial, yaitu memiliki tujuan pokok yang mulia demi keadilan, kesejahteraan, dan tegaknya hukum.

 

 DI PERSIMPANGAN JALAN SEJARAH

Berada di persimpangan jalan sejarah, jalan manakah yang akan diambil oleh suku bangsa manusia untuk melanjutkan kehidupan sosialnya? Apakah melewati jalan sejarah yang telah disediakan oleh bangsa dan negaranya dengan konsekuensi negara bisa bubar dan bangsa bisa hilang? Ataukah mengikuti jalan sejarah yang disediakan agamanya dengan konsekuensi melanjutkan kehidupan sosial pada posisi esensinya yang absurd dan ilusif?

Atau, mungkin melalui jalan sejarah alternatif, yaitu dengan menjalin hubungan seluas-luasnya dengan berbagai bangsa di dunia, mengabaikan nilai-nilai fundamental kebangsaan di negara tempat tinggalnya, dan melanjutkan kehidupan sosial dengan mempraktikkan eksistensinya di dunia.

Suku bangsa manusia adalah makhluk sosial konkret yang mendiami wilayah negara tertentu, termasuk suku bangsa manusia yang tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia. Namun, sebagai individu konkret, anggota suku bangsa manusia berhak untuk tidak terlibat dalam seluruh mekanisme sosial yang ada di negaranya.

 

Suku bangsa manusia telah tersekat-sekat menjadi kategori-kategori yang tidak esensial, misalnya:

 

– Menjadi penganut agama tertentu

– Menjadi anggota organisasi sosial tertentu

– Menjadi anggota partai politik tertentu

– Menjadi anggota negara tertentu

– Menjadi anggota komunitas tertentu

– Menjadi rakyat dari negara tertentu

 

Inilah yang dinamakan ironis. Suku bangsa manusia sengaja dipecah belah oleh rezim politik, sosial, kebudayaan, keagamaan, maupun rezim keuangan.

 

 

Penulis

Djoko Sukmono

Badan Pendidikan dan Pelatihan NASMAR

Berita Terkait

Konsep Kemakmuran dan Kesejahteraan Versi KPGSI, Tidak Akan Ada Lagi Orang Miskin Mulai Dari Sabang Hingga Merauke.
Eksistensi Yang Beresensi Serial Pertama, Kebebasan, Keadilan dan Kesejahteraan
Gagasan Organisasi Kesejahteraan Profesi Galian Seluruh Indonesia (KPGSI) Agar Tercipta Kesejahteraan Rakyat Secara Merata
 Pemikiran Singkat Tentang Marxisme, Kelimpahan dan Kelangkaan Adalah Hukum Rasional Sejarah
Cek Kesehatan Gratis Bagi Bayi Hingga Lansia Menyisakan Banyak Problem Yang Harus Segera Diselesaikan Secepatnya
Paradigma Sosial, Peristiwa Politik dan Tanggapan Analitis Djoko Sukmono
Proses Menjadi Manusia dan Libertarianisme Termasuk Kecemasan Didalamnya
Renungan Filosofis Djoko Sukmono, SEBUAH ORDE KONKRET

Berita Terkait

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:10 WIB

Konsep Kemakmuran dan Kesejahteraan Versi KPGSI, Tidak Akan Ada Lagi Orang Miskin Mulai Dari Sabang Hingga Merauke.

Selasa, 11 Maret 2025 - 23:13 WIB

Gagasan Organisasi Kesejahteraan Profesi Galian Seluruh Indonesia (KPGSI) Agar Tercipta Kesejahteraan Rakyat Secara Merata

Sabtu, 8 Maret 2025 - 22:31 WIB

 Pemikiran Singkat Tentang Marxisme, Kelimpahan dan Kelangkaan Adalah Hukum Rasional Sejarah

Jumat, 21 Februari 2025 - 21:33 WIB

Manusia KONKRET itu Masih Tidak Ada dan Belum MENJADI, Berikut Beberapa Tragedi Suku Bangsa Manusia Yang Tersekat Sekat

Kamis, 20 Februari 2025 - 21:07 WIB

Cek Kesehatan Gratis Bagi Bayi Hingga Lansia Menyisakan Banyak Problem Yang Harus Segera Diselesaikan Secepatnya

Berita Terbaru