Kehidupan petani sekarang berbeda dengan konsep dan gagasan hasil pemikiran para tokoh-tokoh bijak masa lalu.
Nasib petani sepertinya tidak berubah karena mereka hidup pada sistem agraria penuh dengan ketidakpastian.
Misalnya ketika budidaya tanaman di lahan atau sawah sudah tumbuh dengan hasil yang maksimal.
Tetapi nilai jual hasil panen berada pada harga yang murah bahkan tidak mencukupi untuk mengembalikan modal usaha.
Diperparah dengan perubahan harga komoditas yang terjadi sangat cepat hanya dalam hitungan hari.
Dikabupaten Nganjuk pernah ada petani yang menangis histeris karena menjadi korban perubahan harga panen.
Konon dia menanam kubis dengan modal usaha dapat pinjam dari tetangga dan saudara.
Dia merawat tanaman kubis itu dengan penuh kasih sayang sambil berharap harganya tinggi.
Beberapa bulan aktifitasnya hanya berdoa dan kesawah untuk mengontrol tanaman tersebut.
Ketika terjadi serangan hama dan penyakit, petani itu segera mencari pinjaman uang untuk membeli obat.
Meskipun agak malu karena berhutang ditengah ketidak pastian harga panen, tetapi dia sukses memastikan orang yang akan dipinjami uang.
Sampai akhirnya tanaman yang sakit tersebut di semprot dengan pestisida dan perlahan sembuh.
Pada saat panen tiba ternyata harga kubis yang diharapkannya merosot tajam, bahkan tidak mencukupi untuk mengembalikan modal.
Tetapi pada saat itu juga banyak orang datang untuk menagih hutang yang dipinjam untuk budidaya.
Tanpa pikir panjang dia menjual kubis itu dengan harga murah dengan menjanjikan kekurangan pembayaran hutang.
Setelah 3 hari panen tanpa diduga harga kubis melambung 3 kali lipat dari harga penjualan pertama.
Banyak yang menduga kenaikan harga terjadi karena pengiriman import terganggu badai di tengah laut sehingga tidak sesuai jadwal.
Seperti tersambar petir petani itu menangis tersedu sedu karena harga berubah sangat cepat.
Seandainya dia menjual dengan harga terbaru, hutangnya pasti lunas dan dia bisa membahagiakan keluarganya.
Cerita empiris diatas mungkin salah satu bentuk ketidak pastian harga hasil panen dan sistem pertanian yang perlu dievaluasi.
Struktur dominasi sumber daya politik dan ekonomi agraria masih dalam kondisi yang tidak maksimal.
Eksistensi petani di dalam struktur politik agraria selalu menempati posisi yang lemah.
Sehingga petani hanya difungsikan sebagai suksesi kepentingan terhadap posisi politik dan ekonomi.
Petani sering diorganisir untuk mendukung kepentingan politik sehingga posisi daya tawar mereka sangat kecil di bidang politik.
Atau Bahasa kasarnya adalah petani hanya alat yang dimanfaatkan oleh para politisi.
Sedangkan tidak ada pihak yang lantang berteriak untuk memperjuangkan kepentingan petani.
Sehingga semakin memperlebar kesenjangan ekonomi, posisi politik, dan akses serta kontrol kebijakan bagi para petani.
Tidak heran jika tercipta banyak ketidakadilan tatanan agraris terhadap petani.
Kondisi yang dihadapi oleh petani saat ini telah menciptakan krisis regenerasi petani itu sendiri.
Oleh sebab itu diperlukan Ideologi, sistem sosial, dan kebijakan yang berpihak kepada petani yang ada di Indonesia.
Penulis
Sugiono
Ketua Divisi Advokasi Petani
Pusat Kajian Marhaenis