Pada zaman penjajahan belanda banyak rakyat yang hidup serba kesusahan.
Karena rakyat tidak bisa berdikari dan menentukan hidupnya sendiri saat penjajahan.
Harta dan kekayaan alam bangsa Indonesia diangkut penjajah atas nama Imperialisme.
Meskipun sekarang Indonesia sudah merdeka dan rakyat masih banyak yang susah.
Tetapi pada zaman penjajahan dulu ada orang Indonesia yang sukses dan kaya raya.
Rakyat tersebut bernama Taspirin yang mempunyai harta senilai Rp. 7 Triliun.
Usaha yang dijalankan adalah jualan kulit hewan, bisnis penjagalan dan es batu.
Banyak sumber yang mengabarkan bahwa taspirin adalah salah satu Crazy Rich di masa penjajahan.
Sangat sedikit referensi yang menuliskan cerita masa kecil taspirin sampai jadi pebisnis.
Namun fakta yang terjadi dia tumbuh besar di Semarang ketika sektor perdagangan sedang bergairah.
Tasripin kaum pribumi yang bisa memanfaatkan situasi untuk membangun bisnis dan memupuk kekayaan.
Referensi menyebutkan Semasa hidupnya, Tasripin memiliki tiga sektor bisnis.
1. Bisnis kulit hewan.
Kulit hewan ini diolah untuk pembuatan kulit tas dan sepatu pada masa itu.
Tokoh pers era kolonial Tirto Adhi Soerjo, dikutip sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam Sang Pemula (2003) menuliskan.
Tasripin adalah seorang pengusaha kulit termahsyur di Semarang.
Bisnis Tasripin tercatat sebagai salah satu serikat dagang milik kaum pribumi yang sukses.
Meski pada waktu itu bisnisnya belum tercatat sebagai badan hukum.
2. Usaha penjagalan hewan.
De Locomotief (21/3/1902) menulis, dia tercatat memiliki rumah potong hewan di daerah Karang Bidara dan Kampung Beduk, Semarang.
Kepemilikan rumah potong hewan semakin melancarkan langkah Tasripin berbisnis.
Sebab dia mudah mengakses kulit-kulit dari domba, kerbau dan sapi untuk keperluan pengolahan kulit.
3. Bisnis es batu.
Meskipun sekarang dianggap sepele tetapi dulu es batu menjadi keinginan yang besar.
Karena teknologi belum berkembang dan di zaman dahulu tidak ada kulkas.
Es batu saat itu adalah komoditas yang berguna bagi masyarakat di era penjajahan.
Sehingga es batu Tasripin laris manis di pasaran karena banyak pembeli.
Mengutip laporan De Locomotief (25/7/1902), pabrik es Tasripin berdiri di daerah Ungaran, Semarang.
Ketiga bisnis tersebut membuat Tasripin kaya raya disaat rakyat lain kesusahan.
Pada waktu itu Setiap bulannya dia bisa mendapat 30-40 ribu gulden.
Akhirnya dia dan keluarganya punya banyak rumah dan tanah di beberapa wilayah Semarang.
Sumber lain mengatakan, Dia tercatat memiliki emas dan banyak surat berharga lain.
Tetapi Jejak Tasripin harus berakhir pada 1919 karena Di tahun itu dia wafat.
Kabar kepergiannya menjadi bahan pemberitaan banyak media terkenal.
Salah satu sorotan kepadanya adalah soal kekayaan yang dihasilkan dari 3 bisnis tersebut.
Menurut koran De Nieuwe Vorstenlanden (8/9/1919), harta kekayaan Tasripin dikonfirmasi oleh saudaranya mencapai 45 juta gulden.
Waktu itu harga satu liter beras hanya 6 sen. Jadi dengan uang 45 juta gulden, Tasripin bisa membeli 750 juta liter beras.
Jika hari ini satu liter beras harganya Rp 10 ribu, maka nilai harta Tasripin kala itu setara Rp 7 triliun di masa kini.
Beberapa sumber menyebut seluruh bisnis diteruskan oleh keluarga terdekatnya.
Bisnis Tasripin masih eksis di era setelah kemerdekaan dan terbentuk Negara Indonesia.
Terbukti pada pewartaan de Locomotief (24/3/1948) menyebut perusahaan bernama Tasripin Concern.
Pemberitaan tersebut menulis Tasripin Concern tercatat masuk dalam Pusat Persatuan Dagang Indonesia.
Setelah itu tak ada lagi kabar perjalanan bisnisnya termasuk soal kemana larinya seluruh harta kekayaan yang didapat.
Sumber Berita : cnbc