Kondisi sosial masyarakat Eropa kembali panas dan berpotensi mengganggu perekonomian mereka.
Hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaan investor yang hendak menanamkan modal di Negara tersebut.
Selain itu ketidakstabilan politik juga mengancam pertahanan dan keamanan yang rentan dengan perebutan kekuasaan.
Kondisi tersebut terjadi di Negara Georgia yang saat ini sedang memanas dengan berbagai protes.
Gerakan unjuk rasa besar-besaran terjadi di dalam Negeri Kaukasus itu untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Celakanya sikap kepolisian yang mengambil tindakan tegas kepada pengunjuk rasa justru mengundang konflik.
Melansir The Guardian, Kamis (2/5/2024), para pendemo menyuarakan ditariknya rancangan undang-undang yang disebut sebagai aturan “agen asing”.
Bahkan menurut pemikiran para kritikus, undang-undang ini sangat diwarnai pandangan anti-demokrasi dan terinspirasi oleh Rusia.
Pasukan keamanan dikabarkan menggunakan meriam air, gas air mata, dan granat kejut terhadap demonstran pada Selasa malam.
Tindakan aparat kepolisian yang brutal tersebut memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia.
Tercatat enam puluh tiga (63) pengunjuk rasa ditahan, menurut kementerian dalam negeri Georgia.
Tidak hanya itu, ada banyak laporan mengenai kekerasan polisi, termasuk terhadap jurnalis.
Aksi polisi semakin dihujat setelah ketua oposisi utama Gerakan Nasional Bersatu, Levan Khabeishvili, dipukuli.
Dilansir dari CNBC Indonesia yang berada di Tbilisi mereka menulis dan mengungkapkan bahwa.
Aksi demonstrasi lanjutan dimulai pada pukul 21.00 waktu setempat dan berakhir sebelum dini hari.
Komposisi para demonstran didominasi oleh anak muda yang banyak membawa bendera Georgia.
Namun tensi demonstrasi sedikit mereda dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
di mana pada waktu itu terjadi bentrokan keras antara pendemo dengan aparat keamanan.
Seperti diketahui bahwa ribuan warga Georgia melakukan demonstrasi setiap malam sejak 17 April.
Dimana hari itu merupakan hari ketika parlemen menyetujui pembahasan pertama rancangan Undang-undang “agen asing” yang dianggap kontroversial.
Bahkan rancangan tersebut disebut sebagai “undang-undang Rusia”, oleh para kritikus.
Dimana akan mewajibkan kelompok yang menerima lebih dari 20% dana mereka dari luar Georgia untuk mendaftar sebagai agen asing.
Sebagian pihak menjelaskan upaya ini merupakan cara Tbilisi untuk memonitor sumber dana asing yang masuk.
Di mana kebanyakan datang dari negara-negara Barat yang saat ini bersitegang dengan Moskow, yang merupakan kekuatan regional kuat di wilayah itu.
Peraturan itu juga disebut-sebut diinspirasi dari aturan yang berlaku di Rusia sejak dulu.
Rusia memiliki aturan bahwa setiap warganya yang menerima uang cukup banyak dari luar negeri akan dicap sebagai agen asing.
“Semua orang memahami bahwa tujuan penerapan undang-undang Rusia bukanlah ‘transparansi’ yang terkenal buruk, namun perubahan arah luar negeri negara tersebut dan penyelesaian Russifikasi,” kata Transparency International Georgia dalam sebuah pernyataan.
Dalam rapat umum hari Senin, pendiri partai berkuasa Georgian Dream, Bidzina Ivanishvili, membela RUU tersebut dan mengecam pihak barat.
Miliarder tersebut mengecam “partai perang global” dan menyatakan oposisi pro-Barat di negara tersebut dikendalikan oleh badan intelijen asing, dalam pidatonya.