Sebelum memasuki era moderen seperti saat ini yang penuh dengan perkembangan teknologi dan alat komunikasi yang canggih, sebuah bangsa pernah eksis dalam peradaban kuno dan itu harus dipelajari oleh semua generasi bangsa agar bisa mengenali sejarah masa lalu.
Tahukah anda kalau tren berbusana sudah ada sejak era Jawa Kuno, atau lebih tepatnya pada masa berkembangnya ajaran Hindu dan Buda di Nusantara. Busana tidak hanya sebagai pelindung tubuh tetapi juga sebagai ciri terkait strata sosial sesorang dalam masyarakatnya.
Pada masa itu busana terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan atas derajat sosial penggunanya. Ada busana golongan rakyat biasa, golongan pendeta atau brahmana serta golongan para kesatria atau hartawan.
Gaya busana tersebut dapat ditelusuri pada relief-relief candi, yang dapat menggambarkan bagaimana realitas sosial berkembang dimasa itu. Khusus dalam relief Kharmawibhangga yang merupakan gambaran nyata kehidupan sehari-hari, dapat dilihat bagaiman busana-busana yang dikenakan termasuk berdasarkan gendernya.
Pada gambaran sosok pria menggunakan dua macam jenis yaitu kain Panjang menutup dari pusar kebawah, dan lainnya adalah kain pendek menyerupai cawat. Sedang untuk perempuan kain menutup dada sampai mata kaki, namun ada pula yang memakai kain hingga sebatas perut hingga lutut, dan membiarkan bagian atasnya terbuka.
Perempuan pengguna kain Panjang akan menggunakan asesoris lengkap, namun gaya sisiran rambut akan berbeda antara kelas menengah dan kelas atas. Untuk kelas menengah rambut disanggul ke atas diberi pengikat dari bahan emas. Sedang dari Kalangan atas rambut disusun bertingkat keatas serta di ikat dengan emas dan permata.
Busana pria untuk strata sosial rakyat biasa menggunakan kain pendek yang menyerupai cawat, asesoris berupa kalung dan gelang serta tatanan rambut dibiarkan tergerai.
Khusus untuk pendeta atau brahmana menggunakan jubah Panjang dengan membiarkan bagian bahu kanan tetap terbuka, ini tampak seperti yang dilakukan oleh pemeluk agama islam saat melakukan ibadah haji (memakai ikhram).
Departemen Kebudayaan Nasional