Indonesia memiliki dua pahlawan perempuan yaitu R.A. Kartini dan Dewi Sartika.
R.A. Kartini dan Dewi Sartika berjuang untuk pendidikan Perempuan dimasa penjajahan.
Seakan akan tidak mempunyai rasa takut R.A. Kartini dan Dewi Sartika tetap mengajar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak referensi yang menjelaskan gerakan yang dilakukan pada zaman dahulu.
Tidak jarang mereka mendapat pandangan negatif dari masyarakat dan keluarga.
Karena dianggap melakukan kegiatan yang melanggar kodrat sebagai perempuan.
Tetapi dengan gigih dan tekad yang kuat mereka melanjutkan aktivitas mulia.
Tidak heran jika pada tanggal 21 April ditetapkan pemerintah sebagai hari Kartini.
Untuk memperingati perjuangan R.A kartini dalam mencerdaskan perempuan.
Berikut Cupikan Kedua Tokon Perempuan Tersebut, dikutip dari berbagai sumber.
R.A.Kartini
Pendidikan kartini Dimulai sejak Sejak usia 12 tahun di sekolah Belanda.
Kartini mulai tertarik dengan kemajuan berpikir perempuan Belanda.
Timbul keinginan dalam hati Kartini muda untuk turut memperjuangan emansipasi perempuan pribumi.
Kartini memiliki ketertarikan dalam membaca dan menulis mulai dari kecil.
Terbukti Kartini beberapa kali menulis untuk surat kabar berbahasa Belanda.
Kartini juga saling berkorespondesi dengan teman-temannya di Belanda.
Melalui suratnya, berbagai kritik ditulis termasuk masalah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Serta bagaimana perempuan tidak mendapat pendidikan yang layak.
Surat-surat Kartini dibukukan dan diterbitkan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Wafat pada 1904, kegigihan Kartini menginspirasi berdirinya Sekolah Kartini khusus perempuan.
Jasa-jasa dan perjuangan Kartini diabadikan pada Museum Kartini di kota kelahirannya, Jepara.
Dewi Sartika
Ketika membaca kalimat “Pejuang Pendidikan Perempuan asal Sunda” maka akan teringat.
Beliau adalah Dewi Sartika, seorang priyayi Sunda yang meneruskan perjuangan keluarganya.
Orangtuanya sejak dahulu menentang pemerintah Hindia Belanda.
Kecerdasan Raden Dewi Sartika sudah terlihat dari kecil.
Terbukti dengan kemampuan baca tulis yang melampaui anak-anak seusianya.
Dengan kepintarannya, beliau mendirikan sekolah untuk perempuan pribumi.
Tidak hanya membaca dan menulis, sekolah yang didirikan Dewi Sartika juga mengajarkan menjahit, merenda, dan belajar agama.
Kala itu, di beberapa wilayah Jawa Barat telah berdiri sekolah yang dibina Dewi Sartika.
Kemudian diberi nama Sekolah Keutamaan Perempuan dan mempunyai banyak murid.
Pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi.
Segala hal dilakukan Dewi Sartika untuk memajukan pendidikan perempuan pada waktu itu.
Dewi Sartika wafat dipengungsian pada 1947 setelah serangan agresi militer Belanda.
Atas jasa-jasanya dibuatkan patung Dewi Sartika di alun-alun Bandung.
Kegigihan Dewi Sartika dihadiahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional, pada tanggal 1 Desember 1966.