Setiap manusia pasti merasakan gempuran asmara yang memporakporandakan isi hati karena getarannya.
Tetapi ada peribahasa yang berbunyi bahwa dibalik kesuksesan seorang pria ada perempuan hebat dibelakangnya.
Karena sebagai mahluk sosial kita tidak dapat melakukan perjalanan hidup seorang diri tetapi harus bersama.
Kisah Asmara Habibie dan Ainun memiliki romansa yang sangat indah seperti film di bioskop.
Nama lengkap sang istri adalah Hasri Ainun Besari atau lebih dikenal dengan Ainun.
Perempuan hebat inilah yang mendamping Habibie selama 48 tahun sejak masih belajar hingga sukses.
Awal mula Perkenalan Habibie dengan istrinya, Ainun, bermula dari saat keduanya masih duduk di bangku SMP.
Kebersamaan mereka berlanjut ketika berada dan bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung.
Jarak yang jauh membuat komunikasi mereka terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman,
Sedangkan Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setelah lama berpisah, akhirnya mereka berdua kembali bertemu, tepatnya ketika Habibie mengantar adiknya untuk bertamu ke rumah Ainun.
Di teras rumah Ainun, mereka mengobrol tentang kesibukan masing-masing dan kisah yang sudah berlalu.
Bahkan mereka juga berdiskusi mengenai kiprah mahasiswa bagi pembangunan di Indonesia.
Catatan hidup indah ketika Habibie menikah dengan Ainun pada 12 Mei 1962 di Ranggamalela, Bandung.
Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Ainun merupakan sosok yang sangat penting dalam hidup Habibie sejak masih kuliah hingga perjalanan karirnya.
Sang istri lah yang setia menemani dirinya ketika merintis karir sebagai seorang insinyur di Jerman.
Hubungan keduanya kembali diuji saat Ainun didiagnosis mengidap kanker ovarium pada 24 Maret 2010.
Habibie pun setia untuk mendampingi Ainun selama perawatan intensif di Munchen, Jerman.
Setelah sembilan kali melakukan operasi, habibie sedih karena pada 22 Mei 2010, Ainun meninggal dunia.
Habibie mengalami duka mendalam sepeninggal Ainun dan dia sempat menangis serta berteriak mencari-cari Ainun.
Pada saat itu tim dokter menyarankan agar Habibie rutin menulis catatan pribadi sebagai bagian dari terapi.
Setelah aktivitas menulis sebagai terapi dan berkutat dengan catatan pribadinya, kondisi Habibie pun kian membaik.
Akhirnya Habibie ikhlas melepas kepergian Ainun dan kembali sibuk dengan berbagai kegiatan.