Media sosial banyak yang menampilkan postingan terkait pengawalan keputusan MK terbaru terkait momentum politik.
DPR RI dan pemerintah menepis tudingan telah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi.
Yakni terkait ambang batas pencalonan partai politik untuk mengusung calon pada pilkada.
Melalui revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang disetujui dalam pembicaraan tingkat I pada Rabu.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengklaim bahwa DPR dan pemerintah.
Justru telah mengadopsi sebagian putusan MK tersebut dengan lebih mendetailkan dalam materi muatan RUU Pilkada.
“DPR bersama pemerintah tidak mengubah putusan, tidak membatalkan putusan MK, tetapi mengadopsi putusan MK dengan kemudian lebih mendetailkan.
Mendetailkan apa? Terkait dengan partai-partai nonparlemen itu sudah diatur tersendiri.
Terkait dengan parpol-parpol yang ada kursi di parlemen itu diatur tersendiri,” ujar Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa DPR dan pemerintah memiliki kewenangan dalam merumuskan undang-undang, sementara MK tidak.
“Karena kewenangan DPR itu membuat norma baru. Dalam setiap putusan MK itu boleh DPR membuat norma baru.
Setiap membentuk undang-undang, pertimbangannya putusan MK pun banyak tadi itu,” ucapnya.
Ia lantas berkata, “Kita tidak membatalkan, tidak merevisi, kan tetap berlaku dari poin A, B, C, D-nya (merujuk putusan MK) tetap gitu kan.
Tetapi lebih dikerucutkan, lebih dieksplisitkan untuk membedakan partai yang ada kursi di DPRD dan partai yang tidak ada kursi di DPRD.”
Awiek juga menepis tudingan DPR dan pemerintah menganulir putusan MK.
sebab secara hirarki memang undang-undang terbaru yang akan menjadi rujukan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pelaksana undang-undang dalam kontestasi pilkada.
“Ketika ada hukum baru, ya maka hukum yang lama tidak berlaku, yang dipakai itu undang-undang yang baru disahkan.
Kalau ini sudah diundangkan, ya pasti pakai undang-undang ini. Tidak ada kita menganulir.
Asas hukum itu berlaku progresif dan biasa saja. Jadi, tidak ada sesuatu yang disembunyikan.
Jadi, ketika besok diparipurnakan, disahkan, kemudian Presiden mengundangkan, maka undang-undang itu sah berlaku,” tuturnya.