Pesta Demokrasi Taiwan telah melaksanakan pemilihan Presiden pada Sabtu (13/1/2024).
Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) berhasil unggul dengan 40,1% suara.
Sekaligus berhasil menduduki posisi orang nomor satu di Negeri Formosa itu.
Pasca kemenangannya, Lai yang sebelumnya menjadi Wakil Presiden (wapres) menyatakan.
Taiwan di bawah kepemimpinannya akan “terus berdampingan dengan negara-negara demokrasi di seluruh dunia.”.
“Kami akan menyampaikan kepada negara internasional terkait demokrasi dan otoritarianisme.
kami akan berpihak penuh kepada demokrasi,” ujarnya seperti dikutip Associated Press.
Kemenangan tersebut menentukan posisi penting dalam hubungan China dan pulau itu.
Karena sampai saat ini diakui Beijing sebagai bagian integral dari kedaulatannya.
Dilain pihak, China menganggap Lai sebagai ancaman perdamaian di wilayah tersebut jika ia menang.
Juru bicara Kantor Urusan Taiwan di Beijing, Chen Binhua, menegaskan bahwa.
Taiwan adalah wilayah yang tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan integral China.
Hal itu disampaikan Dalam sebuah pernyataan pers beberapa hari yang lalu.
“DPP tidak bisa dianggap untuk mewakili opini publik arus utama di pulau tersebut.
Karena Pemungutan suara tidak akan menghalangi tren reunifikasi China yang tak terelakkan,” tegasnya dikutip Al Jazeera.
“China secara tegas menentang kegiatan separatis dengan tujuan untuk ‘kemerdekaan Taiwan’ serta intervensi asing”, tambahnya.
Taiwan terbentuk pasca pemerintahan republik di China kalah dalam perang saudara.
Mereka bersama rombongan melarikan diri ke Pulau Formosa pada tahun 1949.
Kemudian Eksistensi Taiwan selalu mendapat dukungan pihak Amerika Serikat (AS).
Yang menjadi patron negara-negara Barat dan juga dunia demokrasi.
Sedangkan Beijing selalu menegaskan bahwa pulau dengan pemerintahan sendiri itu adalah bagian integral dari kedaulatannya.
Presiden China Xi Jinping beberapa kali menyatakan bahwa keduanya harus dapat disatukan.
Karena Taiwan yang merdeka berarti perang yang tidak dapat dihindari. Ujarnya.