“Aude Sapere”
“BERANILAH BERPIKIR SENDIRI”
Immanuel Kant
Revolusi sebuah bentuk perubahan yang mendasar dari berbagai hal yang ada didalam masyarakat dengan sangat cepat.
Baik itu, perubahan cara berpikir, kebijakan negara maupun sosial budaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebab adanya kemunculan sebuah konflik besar antara satu kelompok berkuasa dengan lawan mereka, hingga perubahan dalam pemerintahan beserta kebijakan lama.
Tentunya, pergeseran cara berpikir ikut berubah bersama sosial budaya dilingkungan rakyat pada umumnya.
Karena pergantian kebijakan, pada sistem pemerintahan dengan segala hal berkaitan dengan bentuk negara.
Bahkan Undang Undang Dasar bisa mengalami suatu perubahan besar, demi membantu kekuatan pihak pemenang dari sebuah konflik, untuk memelihara kekuasaan yang ada padanya.
Pertanyaannya adalah kenapa cara berpikir juga sosial budaya dan pemikiran dapat berubah ??
Hal tersebut, tak terlepas dari kekuasaan para elit serta kroninya lewat interaksi dengan orang orang yang dianggap tokoh oleh rakyat, ditingkat nasional maupun daerah, seperti kyai, habib, ustadz, pendeta juga ketua adat (kelompok yang biasa dianggap sebagai orang berpengaruh dalam wilayah dimana mereka tinggal).
Tentunya dalam setiap pertemuan jaringan ini menyuarakan seluruh isi maksud dan tujuan dari sebuah gerakan revolusi dilakukan.
Bahkan kecenderungan bersifat propaganda, indoktrinasi, berulang ulang bahkan membuat produksi berita berita secara massif.
Selain itu, penggunaan media sosial terus digencarkan, khususnya di televisi, radio dan internet lewat bahasa bahasa pembenaran terhadap aksi gerakan tersebut.
Biasanya, ini berlangsung selama setahun paling cepat 6 bulan, supaya dapat dukungan rakyat secara penuh.
Biasanya pola pola seperti ini terdapat dalam sebuah bangsa yang terjauhi dari pemahaman terhadap politik sangat dangkal, tidak memahami intrik intrik politik, ekonomi sangat lemah, agama dipakai sebagai alat untuk melakukan perlawanan tapi tidak sepenuhnya memahami ajaran tersebut.
Pengajaran agama hanya lewat lisan, mendengarkan tanpa ada kelengkapan lain seperti literasi, hingga hilang penjelasan dengan bukti bukti atau alasan kuat dari pengajaran ini.
Indoktrinasi adalah alat pengajaran paling tepat, sebab disana hanya memunculkan kepatuhan pada sang guru, contoh melawan dan membantah perintah guru dosa, guru lebih paham, dengarkan saja, kalau bertanya tentang hal hal dasar saja.
Inilah yang terjadi di Iraq, Suriah dan Libya, ternyata disana yang memainkan isu isu agama khususnya Islam adalah seperti Amerika Serikat, Israel, Inggris dan sekutu lainnya.
Hal sama terjadi disebagian negara negara Afrika. Membuat revolusi atas perintah asing, lewat para elit politik telah paham situasi negara mereka, dibantu oleh intelejen asing lewat teknik teknik aksi serta propaganda baik teks maupun wacana yang diolah menjadi alat kemarahan rakyat, terhadap penguasa.
Akankah hal hal diatas bergulir ditanah Nusantara ini ?? Tentu bisa, sebab syarat syarat pembahasan diatas sangat kuat ada dilingkaran rakyat nyiur melambai.
Khususnya, keberadaan tersebut muncul dari area Universitas Universitas di Indonesia. Terjauhi para calon ahli pemikir ( Intelektual ) dari literasi, diskusi serta tulis menulis pada dirinya mengakibatkan tidak ada interaksi wacana dibubuhi juga tak ada kepemilikan terhadap wacana dilekatkan pada setiap individu kelompok Mahasiswa.
Maka kemunculan terhadap analisa pada intrik politik tak terpahami, sulit mengerti terhadap sebuah tujuan dari aksi aksi yang mereka lakukan.
Apalagi terjadi krisis bidang literasi, diskusi dan tingkat menulis yang rendah mengakibatkan tercerabutnya grup ini dari wacana, bahkan statusnya jadi alat permainan politik kepentingan.
Disisi lain, mereka diajarkan pula pada status qou kedudukan dipemerintahan, dpr ri dan setingkatnya, memiliki harta serta memiliki pengaruh karena jabatan yang dipakai.
Hal hal seperti ini, terus menerus berlangsung dari awal orde baru hingga sampai hari ini, meskipun tragis sekali. Tetapi hal tersebut tak bisa disalahkan satu pihak saja, yaitu Mahasiswa.
Tentu area elit ini, terus memainkan pola pola semacam diatas, karena mereka juga asik menjauh dari literasi, diskusi dan tulis menulis.
Elit disini, semua pihak yang memiliki kekuasaan dalam menentukan sebuah “kebijakan”.
Mereka (pihak elit) yang besar dimasa rejim Soeharto “terperangkap budaya” dengar bersama kekuasaan uang, sampai melupakan sistem pendidikan berwacana dengan buku, diskusi dan menulis.
Orang orang yang berpikir tentang kekuasaan akan mudah dimainkan lewat pujian.
Sebab, tidak memiliki saringan terhadap daya tangkap juga pemahaman, penuh kebanggaan pada apa yang disampaikan manusia lain terhadap dirinya.
Karena, daya berpikirnya rendah, disertai tak ada kemampuan analisa terhadap apa yang dilakukan olehnya maupun orang lain.
Berpikiran tentang kelompok juga hasil yang telah dibuatnya saja, tanpa memandang hasil orang lain.
Revolusi sebagai sebuah kata yang manis dipakai oleh kelompok lain untuk mengajak rakyat melawan kekuasaan pemerintahan menjadi bahan empuk.
Sebab yang diajak [ rakyat] tak paham tujuannya, isu terpakai adalah agama, pihak perlawanannya memiliki tujuan adalah meraih kekuasaan, menggunakan kelompok bernama MAHASISWA sebagai alat awal, hingga ada korban, memancing rakyat awam lewat kata kata sebagai habib, kyai, ustadz, mereka telah didzolimi dan tak dihormati sebagai perwakilan Nabi SAW.
Gerakan inipun, melesat bergerak, tanpa ada dasar kejelasan pasti rakyat ikut ikutan.
Disisi lain, sebagai kelompok pemanis juga pembuat penderita mahasiswa memunculkan diri, berkat link dari kelompok dosen serta senior yang ditanam dalam kampus.
Dengan tanpa analisa ditambah melihat senior muncul sebagai pejabat atau punya pengaruh, mereka [ mahasiswa ] makin menunjukan diri sebagai pemain aksi dan menjadikan area demo sebagai ajang tuk menjadi tokoh.
Ketak berdayaan berpikir, membuat mereka memainkan emosi sebagai orang orang punya peranan.
Bila rakyat ini, tak diberikan sistem pendidikan dengan literasi sejak dini maka kita akan melihat elit elit politik menjadi kacung Bangsa Asing.
Kita hanya jadi bagian kekacauan dibuat oleh orang luar, karena tidak memiliki, dasar dasar berpikir pasti, tak memiliki pemahaman atas apa yang terjadi, serta tak mampu menganalisa, hingga revolusi dibuat oleh Asing tuk menumbangkan pemerintahan pilihan rakyat, dengan menggunakan orang orang yang tinggal ditempat sama atau dibawah naungan sang saka merah putih bernama Nusantara.
Penulis
Indra Bahari Aden
Kader Nasionalis Marhaenis