Pendahuluan
Sejarah dunia ditandai oleh konflik dan perebutan kekuasaan yang tiada akhir. Perang bukan sekadar pertumpahan darah, tetapi juga cerminan ambisi, ideologi, dan perebutan supremasi. Dari Perang Dunia I hingga dominasi kapitalisme modern, dunia terus bergerak dalam siklus kekerasan, eksploitasi, dan upaya rekonstruksi sosial.
Babak Perang yang Mengubah Dunia
Dentuman artileri, derap infanteri, dan rentetan peluru membuka lembaran baru sejarah global. Perang Dunia II bukan hanya perang antar negara, tetapi perang ideologi yang membentuk dunia hingga saat ini.
Di Eropa, Adolf Hitler dan Nazi Jerman membakar benua dalam ambisi supremasi Ras Arya. Perancis yang dulu berjaya di era Napoleon menyerah tanpa syarat. Britania Raya nyaris tumbang. Stalin di Timur menanti dengan strategi politiknya yang licin.
Di Asia, Kekaisaran Jepang bangkit, mengibarkan panji imperialisme dan mendeklarasikan dominasi di Asia Timur Raya. Dari Jawa hingga Manchuria, satu suara menggema: “Kami tunduk kepada Kaisar Jepang.” Namun, tindakan gegabah Jepang mengebom Pearl Harbor membangunkan raksasa yang tidur—Amerika Serikat masuk ke kancah perang.
Afrika Utara menjadi medan tempur antara Sekutu dan Rommel, Sang Rubah Gurun. Pasukan Sekutu mendarat di Normandia, memulai babak akhir dominasi Nazi. Tiba-tiba…
– Hiroshima dan Nagasaki terbakar bom atom.
– Mussolini dieksekusi rakyatnya sendiri.
– Hitler menghilang, meninggalkan teka-teki sejarah.
– Jepang menyerah tanpa syarat.
– Tentara Merah Soviet memasuki Berlin.
Perang pun usai, tetapi dunia tidak pernah benar-benar damai
Era Baru: Imperialisme yang Berubah Wajah
Perang Dunia II melahirkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan jargon “Declaration of Human Rights.” Namun, pertanyaannya: apakah PBB benar-benar menjadi lambang kebebasan? Ataukah ini hanya imperialisme dalam bentuk baru?
Kini, imperialisme tidak lagi hadir dengan penjajahan fisik, tetapi melalui dominasi ekonomi, teknologi, dan budaya. Kapitalisme tumbuh menjadi kekuatan yang sulit dibendung, melahirkan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar. Eksploitasi menjadi makanan pokoknya.
– Kebenaran di mata kapitalisme adalah segala sesuatu yang bisa dijual.
– Kebaikan diukur dari seberapa laku sebuah produk di pasar.
– Neo-liberalisme menjadi wajah baru imperialisme, menguasai sektor-sektor strategis.
Refleksi: Ke Mana Kita Menuju?
Dunia saat ini tidak hanya berhadapan dengan perang senjata, tetapi juga perang gagasan dan ekonomi. Setiap era memiliki konstruksi yang membentuk cara berpikir, berbicara, dan bertindak manusia. Kita memasuki fase baru: imperialisme terstruktur dalam era digitalisasi.
Pertanyaan mendasar yang harus direnungkan: siapa sebenarnya pemenang dari semua ini? Kapitalisme? Marxisme? Atau nilai-nilai kemanusiaan yang masih bertahan di tengah pusaran perubahan?
Sejarah tidak pernah benar-benar berhenti. Sejarah adalah arena pertarungan tanpa akhir, dan kita semua adalah bagiannya.
Penulis
Djoko Sukmono
Badan Pendidikan dan Pelatihan
Gerakan Pemuda Nasionalis Marhaenis
( NASMAR )