Sumber daya alam di Indonesia melimpah ruah dan tidak dimiliki oleh Negara lain di seluruh dunia.
Pegunungan,lautan serta unsur tanah yang sangat bagus bisa dimanfaatkan untuk memajukan Negara Indonesia.
Namun kekayaan alam itu tidak berarti apa apa jika hasil eksploitasi hanya menguntungkan beberapa pihak saja.
Kejaksaan Agung memastikan akan memberikan pelindungan kepada ahli dalam sidang kasus korupsi timah Guru Besar IPB Prof. Bambang Hero Saharjo.
Sebelumnya Guru Besar tersebut dilaporkan ke polisi atas tuduhan memberikan keterangan palsu.
“Tentu (akan melindungi, red.) karena yang meminta itu, kan, negara. Yang meminta untuk melakukan kajian, perhitungan itu kan negara melalui kita,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa dalam undang-undang yang mengatur mengenai pelindungan saksi dan korban, disebutkan bahwa ahli dalam memberikan keterangannya adalah bersifat mandiri dan harus dilindungi.
“Oleh karenanya, tentu kami sebagai institusi negara yang meminta bantuan dari ahli untuk melakukan perhitungan, tentu kami akan melakukan langkah-langkah juga. Akan tetapi, kami lihat lagi perkembangannya seperti apa,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa jumlah kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang sebesar Rp271 triliun sudah dinyatakan dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan demikian, kata Harli, hasil perhitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan yang dihitung oleh Bambang Hero sudah diadopsi oleh pengadilan.
“Lalu, kenapa kita ragu terhadap pandangannya sementara pengadilan sudah menyatakan itu adalah kerugian uang negara? Artinya, perhitungan yang dilakukan oleh ahli itu sudah capable,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Guru Besar IPB Prof. Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1).
Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof. Bambang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 7 tahun.
Jika keterangan palsu tersebut diberikan dalam perkara pidana yang tersangkanya diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 9 tahun.