Penyumbang terbesar sumber daya manusia (SDM) yang disebut sebagai petani, anak petani serta buruh tani mayoritas lahir dari perkampungan, pedesaan, sedikit sekali yang lahir dari perkotaan.
Namun sungguh ironis sekali masih belom ada satu desa di Republik Indonesia yang menggaungkan diri sebagai negara Agraris ini karena tidak memiliki petani berdayasaing, petani mandiri bahkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Sehingga tidak heran jika banyak pemuda pemuda desa atau pedalaman yang meninggalkan kampung halaman dan banyak mengadu nasib dikota -kota bahkan didunia rantauan.
Desa sebagai penyumbang generasi penerus bangsa terbesar hampir tidak satupun yang mampu melahirkan pokok pikiran anak desa menjadi wirausaha atau interpreinershif.
Daripada Anggaran Dana Desa ( ADD) dibuat untuk sesuatu yang lahir dari kepentingan elitis yang dibuat buat seolah olah prorakyat, mendingan aparatur desa bijak berpikir bagaimana caranya menciptakan 1-5 pemuda desa menjadi pengusaha setiap tahunnya, ini akan berdampak secara signifikan karena bisa membuat wahana peluang kerja baru, sudah barang tentu akan timbul pertanyaan bagaimana sistem pendanaannya? Model pendanaan dibuat sistem bergulir tidak mulu pada satu orang akan tetapi terus berputar ketika.
Diera yang serba sempit ini jikalau ditinjau dari tingginya angka kemiskinan, pengangguran maka peluang berdikari dalam bidang ekonomi sangat sulit terwujud jika tanpa sentuhan pemerintah desa.
Ekonomi rumah tangga harus terwujud dalam bentuk setiap satu orang anggota keluarga ada yang menekuni bidang usaha, baik itu hasil produksi sekililing atau produksi antar dukuhan, setelah ini berjalan maka baru kemudian pemerintah menciptakan pasar kolektif yang dikelola langsung oleh generasi muda.
Menciptakan lapangan kerja baru di tingkat pedesaan susah – susah gampang, tinggal kita punya kemauan untuk maju atau tidak.
Keuntungan dari menciptakan pengusaha yang berbasis rumah tangga maka secara tidak langsung mata rantai tengkulak akan berkurang.
Kaum cerdik pandai yang nampak saat ini kurang begitu nyaman tinggal alias beraktivitas di kampung, dengan adanya sistem perekenomian tingkat desa dikelela oleh anak anak muda, maka akan mempermudah untuk mencapai kemajuan serta kemandirian.
Kerangka dalam menciptakan ruang hijau ditingkat pedesaan butuh kreativitas generasi emas yang dimana saat ini kurang begitu terlibat.
Porsi partisipasi kaum muda sangat rendah, hal ini dapat dilihat pemerintah desa yang masih diisi sanak keluarga lurah atau orang orang yang berduit, sekali lagi ini bukan desa para rente.
SAHDAN
Ketua Yayasan Suara Petani Indonesia
Cabang Bojonegoro