Di sebuah desa kecil dengan hamparan sawah yang luas di Kabupaten Madiun, hiduplah banyak petani yang menggantungkan hidup dari hasil bumi yang mereka tanam.
Mereka terdiri dari penjaga tanah, para pencari matahari, yang setiap hari merawat kebun-kebun dan sawah dengan penuh keikhlasan.
Tidak ada yang menduga badi balik kehidupan yang tampak sederhana itu, tersembunyi cerita pahit tentang ketidakadilan sosial yang mereka rasakan.
Salah satu dari mereka adalah Pak Marhaen, seorang petani tua yang telah mengabdi pada lahan pertaniannya sejak masa mudanya.
Namun, harga hasil panennya selalu saja rendah, sementara harga pupuk dan bibit terus melambung.
Dalam setiap musim panen, Pak Marhaen dan para petani lainnya selalu merasa dirugikan oleh tengkulak yang membeli hasil panen dengan harga yang tidak sebanding dengan jerih payah mereka.
Tidak hanya itu, akses mereka terhadap layanan kesehatan dan pendidikan juga terbatas.
Pendidikan yang layak untuk anak-anak petani sulit dijangkau karena jarak yang jauh dan biaya yang mahal.
Kondisi ini semakin menguatkan stigma bahwa petani hanya layak berada di ladang, tanpa memiliki kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka.
Namun, di tengah kepahitan itu, terbitlah sinar harapan. Seorang aktivis muda bernama Kidung yang berasal dari kota Madiun datang ke desa tersebut setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas hukum Universitas Jember.
Selama kuliah Kidung aktif dalam organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GmnI).
Ia tergugah oleh kisah para petani dan bertekad untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga Negara.
Dengan semangat yang membara, Kidung bersama para petani mulai menggalang kekuatan untuk menghadapi ketidakadilan yang telah lama menghantui mereka.
Mereka membentuk sebuah kelompok advokasi yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak petani.
Kidung memanfaatkan jaringan sosialnya untuk mengumpulkan informasi, mendapatkan bantuan hukum, dan menjangkau pihak-pihak yang dapat membantu mereka.
Tak lama kemudian, desa tersebut menjadi sorotan media dan perhatian publik terhadap nasib para petani semakin meningkat.
Dalam perjuangannya kidung dan para petani tidak sendirian. Namun banyak pihak yang ikut mendukung mereka, termasuk organisasi non-pemerintah, akademisi, dan bahkan beberapa pejabat pemerintah yang peduli terhadap masalah keadilan sosial.
Bersama-sama, mereka menggalang kekuatan untuk menekan pihak-pihak yang telah lama memeras para petani.
Perjuangan mereka tidaklah mudah, selalu saja dihadapkan pada berbagai hambatan dan rintangan, termasuk intimidasi dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan perubahan.
Namun Kidung yang terkenal sebagai pemberani dan para petani tidak gentar. Mereka terus bersatu, saling menguatkan satu sama lain, dan mengingatkan diri mereka akan tujuan mulia yang mereka perjuangkan.
Akhirnya, setelah perjuangan yang panjang dan melelahkan, tercapailah titik balik yang indah.
Pemerintah setempat mulai memberlakukan kebijakan yang menguntungkan petani, seperti subsidi pupuk, harga pembelian hasil panen yang adil, serta peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.
Keadilan sosial bagi petani terwujud secara pelan pelan meskipun masih perlu perjuangan yang lebih panjang untuk mencapai kesetaraan yang sesungguhnya.
Dengan semangat yang membara, Kidung dan para petani di Madiun tidak puas hanya berhenti sampai di situ.
Mereka terus mengawal implementasi kebijakan tersebut, memastikan hak-hak petani tetap terjaga dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Mereka juga aktif dalam membangun kapasitas petani, agar mampu bersaing secara adil di pasar dan meningkatkan kesejahteraan bersama secara berkelanjutan.
Kisah perjuangan kidung dan para petani telah menjadi inspirasi bagi banyak orang terutama bagi yang peduli terhadap keadilan sosial.
Mereka menunjukan kepada dunia bahwa kekuatan solidaritas dan semangat keadilan dapat mengubah nasib, meskipun dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Dan dari kisah ini, kita semua dapat belajar bahwa perubahan tidak akan terjadi jika kita hanya diam dan pasrah pada ketidakadilan.
Dengan tekad dan kerja keras, kita dapat meraih keadilan sosial bagi semua, termasuk bagi mereka yang selama ini terpinggirkan.